
Muhammad Alwi
Ini adalah ucapan/nasihat Imam Ali bin Abi Tholib pada putranya Hasan bin Ali. Yang dimuat dan diulas oleh Taqi Misbah Yazdi, Ulama yang buku-bukunya banyak menginpirasi selain Muttahari dan Ali Syariati).
“Ketahuilah barang siapa siang dan malam adalah kendaraannya, maka dia akan dijalankan olehnya, meskipun dia berdiam diri.”
(Setiap manusia itu tidur kecuali setelah mati. Maka matilah/hisablah dirimu sebelum engkau mati. Hidup bila hanya mengikuti perputaran pagi-siang-malam, maka itu bukan hidup. sebab semuanya akan dimintai pertanggungjawaban.
Bila engkau mendapatkan angka Nol, BEP dan impas, padahal bisa semestinya mendapatkan plus, hasil, keuntungan maka sebenarnya itu adalah kerugian.
Hidup adalah perjalanan tanpa henti dan tidak ada jalan kembali, selalu kedepan, mendekat menuju kematian yang pasti. Apakah engkau/kita sudah mempersiapkannya. Bahkan jangan-jangan itu sudah sangat dekat dengan kita? Ilaaahi berilah kami akhir yang baik…akhir yang baik. Amien3x).
“Allah swt tidak menghendaki kecuali kehancuran dunia dan kemakmuran akhirat. Wahai Putraku (maksudnya Hasan bin Ali), seandainya engkau zuhud terhadap dunia ini sebagaimana Allah menghendakimu untuk berpaling darinya, maka sudah sepantasnya dunia diperlakukan seperti itu. Apabila engkau tidak menerima nasihatku tentang dunia, yakinlah bahwa engkau tidak meraih angan-anganmu dan engkau tidak bisa menghindar dari ajal.”
(Dunia dan akhirat tidak mesti diartikan seperti biasanya. Dunia adalah apapun yang menjauhkan diri dariNYA, sementara akhirat adalah apapun yang mengantarkan kita padaNYA. Dunia adalah ladang dari akhirat. Awal dari segala kesalahan dan kedurhakaan adalah cinta dunia dst
Disamping itu zuhud bukan bermakna miskin atau tidak memiliki apa-apa, tetapi tidak tergantung, tidak terbelenggu pada apa-apa kecuali diriNYA. Tidak senang dengan rizki dan tidak gusar dengan cobaan yang berlebihan.
Dunia adalah anak dari akhirat, bila kau mengawini anaknya maka haram bagimu Ibunya).
“Ketahuilah, engkau sedang berjalan di jalan orang-orang yang (pernah hidup) sebelummu, maka bersikaplah tenang dalam mencari (dunia) dan gunakan cara yang baik untuk memperolehnya; karena betapa banyak pencarian yang justru berakibat pada hilangnya modal,”
(Rizki itu sudah dijamin oleh Allah, sayang kita tidak yakini itu. Dan kita sesungguhnya diciptakan hanya mengarah padaNYA. Bila mulai pagi kita berfikir dunia, maka Allah akan memporakporandakan angan-angan kita, rencana kita, dan kita tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali yang sudah dipastikan pada kita. Sementara bila kita tenang (yakin dengan Allah, Ibadah cukup dll), maka Allah akan mengarahkan kita untuk mencapainya. Imam Khomeini dalam 40 hadist mengulas ini di hadist ke 6, “Cinta Dunia”, dengan panjang.
Secara ilmiah ini sangat benar sebab, bila kita tenang maka dipastikan EQ dan SQ akan tinggi, tidak cemas, tidak gampang frustasi dll. dan itu akan membuat pekerjaan kita, hubungan kita dengan yang lain, bahkan respon-respon kita akan positif, yang iu semua akan membawanya pada kesuksesan hidup.
Dan yang lebih mengerikan adalah kita tidak mendapatkan tujuan tetapi kehilangan modal.
sekadar contoh adalah banyak ‘pengusaha-baik’ yang dengan penghasilan halal-nya, mencoba untuk bermain politik, mencalonkan diri. Dimana bukan mendapatkan tujuannya yang ingin dicapai tetapi mengantarkannya pada korupsi dst).
“Tidak setiap yang gigih mencari itu akan mendapatkan apa yang diinginkan, sebagaimana tidak setiap yang tenang dalam mencari itu akan hidup kekurangan.”
(Tidak ada hukum kepastian bahwa yang mencari dengan gigih akan mendapatkan yang diinginkan, walau kadang itu disimpan oleh Allah, demikian sebaliknya. Kadang rahasia Allah, rahman-rahim allah melampaui angan-angan dan dugaan kita. Maka jangan mengeluh).
“Muliakan dirimu dari setiap perbuatan yang menghinakan, meskipun hal itu akan menyampaikan dirimu pada apa yang engkau inginkan, karena setiap (nilai agama dan harga diri) yang telah engkau pertaruhkan tak akan pernah bisa digantikan.”
(Menang atau kalah, tercapai atau tidak maka tracknya, tolok ukurnya, parameter yang digunakan adalah kebenaran, kebijaksanaan dan azaz manfaat tertinggi-akhirat. Bila tidak maka Ali bin Abi Tholib pasti menang melawan Muawiyah demikian juga Husein bin Ali.
Karena mereka tidak boleh membalas dan melakukan seperti yang dilakukan lawan. Membalas keburukan dengan kebaikan dst. Maka mereka menang maka itu kemenangan, dan bila mereka kalah, maka mereka tetaplah menang. itulah tolok ukur kepastian dan kebenaran.
Imam Jakfar ra pernah berkata, dalam 99 Wasiatnya : ‘Kebenaran adalah sesuatu yang apapun layak/tidak layak dilakukan kecuali bersandar padanya).
_________________
*Keterangan dalam kurung, adalah renungan pribadi.