
Saracen dan Sankuni
Menarik melihat film Mahabarata, khususnya peran yang diaminkan oleh Sangkuni. Tokoh antagonis ini didisain cerdik dan licik, menggunakan segala cara untuk mencapai tujuannya.
Baca juga : SARACEN?
Dalam strategi perang, maka hanya ada dua strategi generik peperangan. Pertama mengatakan bahwa perang itu perang, tujuan utamanya adalah menang. Apapun boleh dilakukan yang penting adalah mencapai kemenangan. Kemenangan adalah segalanya. Kemenangan adalah cara, standart dan strategi itu sendiri.
Sementara kelompok kedua mengatakan bahwa peperangan memang untuk mencapai kemenangan, tetapi seberapa hebat dan pentingnya kemenangan, cara, stategi tidak boleh mengalahkan, menggagu dan melampaui kebijakan umum berupa kebenaran, keadilan dan ke-kesatriaan. Disini tidak dihalalkan segala cara untuk memenangkan peperangan.
Dalam film Mahabarata, saat kelompok Kurawa (Kejelekan) ingin memenangi peperangan, tiba-tiba siasat licik Sangkuni diluncurkan. Dia ingin memenanginya dengan cara apapun. Lalu dalam kelompoknya sendiri, karena dalam kerumunan kelompok (kejelekan), sebenarnya banyak/ada orang-orang yang baik bahkan sangat baik.
KARNA (Kakak Pendawa, yang ikut Kurawa), Dia/Mereka memprotes cara berperang dan ingin menang dengan cara curang seperti itu.
Katanya; “Apakah untuk memenangi perang ini, kita boleh melanggar peraturan? Melakukan tipu muslihat, kelicikan dan melakukan ketidak benaran, ketidak benaran”. Apakah untuk memenangi perang ini kita boleh melakukan kebohongan, melanggar peraturan bahkan yang kita buat sendiri?
Jawaban SANGKUNI sangat bijak dan dan menarik. “Biarkanlah kita memenangi peperangan ini dulu dengan apapun caranya, apapun resikonya, ketidak adilan, pelanggaran, tipu meslihat dst. Hukum perang hanyalah bagaimana menang, tidak perlu mengindahkan prosesnya.
BARU katanya, setelah menang, maka kita akan tulis sejarah kebenaran, ketidakbenaran, keadilan dan ketidak adilan dengan versi kita, aturan kita dan konsep-konsep kita.
Dan memang teks-teks sejarah yang tertulis, memang adalah sejarah para kaum pemenang. Yang kalah pasti akan termarjinalkan dan dianggap ini dan itu.
Saat mendengar bahwa ketua kelompok Saracen adalah orang yang pro kelompok tertentu dalam pertarungan pilkada 2014, walaupun tidak mesti itu tujuan satu-satunya, maka saya berfikir apakah cara mereka memenangi persaingan harus melanggar semua pakem yang ada? Kelompok militan ‘gila’ yang mencoba mengacau atau memenangkan peperangan dengan cara apapun ini sangat berbahaya. Mereka melakukan apapun termasuk fitnah, hoax, isu sara dst. Kemenangan seperti ini seandainya menang, maka telah menghancurkan pondasi tujuan persaingan dan kemenangan itu sendiri.
Baca juga : ERA POST-TRUTH
Sama-sama melihat (HAL YANG SAMA) belum tentu yang dilihat sama, sama-sama membaca belum tentu yang dibaca sama, dan sama-sama mendengar belum tentu yang didengar sama. Dan sama-sama belajar belum tentu pengetahuan dan pemahamannya sama.
Agama dan Akal mengajarkan bahwa bukan hanya hasil/tujuan yang perlu, tetapi proses mencapainya adalah bahkan sangat penting. Islam/Tuhan tidak melihat hasil kita, tetapi melihat bagaimana proses mencapai hasil itu dilakukan. Kebenaran itu adalah segala-galanya, tetapi bagaimana mencapai, menggapai dan menemukan serta meraih kebenaran lebih penting lagi….dan disitulah kita akan di nilai.
Ali bin Abi Thalib kw kalah dalam peperangan dengan lawannya, Husein bin Ali ra terbantai di Karbala, dan banyak sahabat lainnya terbunuh dalam peperangan. Tetapi karena proses, cara dan tujuannya jelas. Maka menang mereka menang, bahkan kalaupun kalah, mereka tetaplah menang (dimata Allah).
Masihkah kita ingin memenangi dengan cara apapun?
Muhammad Alwi
Edisi :#MerawatAkal