(Murthada Muttahari dan Pierre BourdIeu)

Ayatullah Murtadha Muttahari
Saat kita belajar tauhid dan teologi dipesantren. Maka kita seringkali membahas tentang Takdir. Dan ini adalah permasalahan yang cukup pelik, sehingga keluar banyak madzad dalam Islam seperti….Asyariyah, Maturidiyah, Mu’tazilah, Syiah dst.
Siapa yang menentukan perbuatan kita? Allah atau kita sendiri?? Mana yang hakiki/essensial dalam perbuatan dan mana yang hanya substansial/aradh atau sekadah mahiyyah?
PERBUATAN itu milik kita atau itu milik Allah….kalau itu milik Allah dan bukan milik kita…lalu bagaimana dengan surga-neraka, salah-benar, keadilah tuhan dst….?? Itu diskusi HPU (Himpunan pertanyaan-pertanyaan KUNO)..salah satu teman saya menyebutnya.

Pierre Bourdieu
Dalam diskusi Psikologis dan Sosiologis, sebenarnya pertanyaan itu muncul juga. Mana yang lebih dahulu MASYARAKAT atau INDIVIDU? Muttahari dalam “Masyarakat dan sejarah” mencoba sedikit membahas ini. Mana yang terpenting AGEN atau STRUKUTUR? Peter Berger mencoba untuk menyelesaikan permasalahn ini dalam Sosiologis, Albert Bandura dengan teori “Belajar Sosilal”nya juga mencoba menyelesaikan masalah itu dalam psikologis. Tapi ada yang menarik dari konsep Bourdieu tetang HABITUS dan FIELD/RANA, dengan Modalitas-modalitasnya.
Kata Bourdieu, Subejk/Individu dan Struktur/Masyarakat/Dunia luar, bukan dua substansi yang dapat dipilah begitu saja, keduanya saling terkait dan mempengaruhi dalam satu proses komplek untuk menghasilkan praktik sosial….Praktis sosial inilah yang menentukan pahala-dosa, baik-buruk dan nilai seseorang.
Habitus kata Bourdieu adalah suatu sistem disposisi yang berlangsung lama dan berubah-ubah yang berfungsi sebagai basis generatif bagi praktek-praktek yang terstruktur dan terpadu secara subjektif.
Sementara Ranah adalah jaringan relasi antar posisi-posisi objektif dalam suatu tatanan sosial yang hadir terpisah dari kesadaran dan kehendak individu.
Habitus merupakan struktur subjektif yang terbentuk dari pengalaman individu berhubungan dengan individu lain dalam jaringan struktur objektif yang ada dalam ruang sosial.
Dalam perjalanan hidupnya manusia setelah melakukan eksternalisasi, maka membentuk skema-skema (mirip teori J.Piaget). Setelah skema-skema itu terjalin sedemikian rupa membentuk struktur kognitif yang memberikan kerangka tindakan kepada indvidu dalam hidup keseharian bersama orang lain. Sehingga bisa dikatakan Habitus adalah ketidak sadaran-kultural, yaitu pengaruh sejarah internal yang secara tak sadar dianggap ilmiah. Disini berarti Habitus bukan bawaan sejak lahir, bukan bawaan dari dunia ide dst. Habitus terbentuk setelah lahir dan berinteraksi dengan masyarakat dalam ruang dan waktu.
Lihat juga : “Islam” dan Kesadaran Sejarah-sejarah Kebenaran (bagian 1)
Habitus mendasari RANAH. Dimana ini adalah semacam hubungan yang terstruktur dan tanpa disadari mempengaruhi/mengatur posisi-posisi individu dan kelompok dalam tatanan masyarakat yang terbentuk secara spontan.
Baca juga : J.P. SARTRE, KALKULASI DAN KALKULATOR TUHAN
Jadi Perilaku itu terjadi dari HABITUS (Pemprogmanan diri yang diperoleh dri sejarah individu), lalu MODAL (kapasitas atau kekuatas spesifik yang perlu dimiliki dalam interaksi sosial di tempat/ranah tertentu…misalnya Ranah Intelektual, butuh modal x, y, z. Saat di ranah perdagangan butuh modal a, b, c, dst). Dan RANAH (Struktur atau tempat tertentu dalam hubungan-hubungan).
Sehingga bila dirumuskan; (Habitus x Modal) + Ranah = Praktik (Bourdieu, 1984 hal 101).
Menariknya disini kalau kita hubungkan dengan kekebasan, dalam beragama, dalam hubungannnya dengan teologi dst. Sebuah perbuatan-perbuatan itu penilaiannnya adalah sangat rumit, dan setiap kejadian mengharuskan dirumuskan, dengan rumusan-rumusan tertentu…..dan penilaian suatu perbuatan X, dalam Kondisi Y, dengan Modalitas Z. Akan berbeda dengan suatu perbuatan X dalam kondisi R dengan modalitas S. Tidak ada kebakuan-kebakuan dalam suatu kategori dan sebuah rumusan….disinilah sebenarnya problem generalisasi ataupun juga tranferabilitas dalam hasil-hasil penelitaian. Sebab generalisasi dan tranferabilitas tetap mengandaikan adanya praktik yang sama dalam ranah, modalitas dan habitus yang diandaikan sama (padahal itu sangat sulit)
Muhammad Alwi, S.Psi, MM. Peminat studi Psikologi-Filsafat, Pendidikan dan Agama.