Beberapa waktu yang lalu terjadi kisruh di pasuruan, tepatnya di Masjid Persis Manarul (Bangil). Dimana saat itu terjadi penolakan penceramah Felix Siauw (penceramah HTI/Khilafah) yang akan mengisi acara pengajian umum dimasjid tersebut. Disini terjadi dramatisasi dimedia sosial, seakan-akan Felix dan kelompoknya terdholimi dan menjadi korban amukan Banser. Apakah ini benar? Bahkan ada yang mengatakan Banser melanggar hukum, banser bisa dikenakan perpu pembubaran ormas dst. Marilah kita lihat duduk masalahnya.
Felix adalah gembong HTI (Yang dengan berbagai pernyataan yang sangat absurd dan kasar terhadap UU, Negara juga Pancasila). HTI adalah organisasi terlarang di Indonesia saat ini, dengan terbitnya Perpu dan keputusan Mentri Hukum dan Ham Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017. Bila bicara hukum maka semestinya sejak awal HTI terutama oknum-oknumnya masuk penjara. Sebab mereka merongrong NKRI, mengatakan pancasila dan demokrasi itu Thogut dst. Mengapa itu tidak terjadi…..Mengapa?
Banyak Ormas yang melakukan kekerasan, melakukan Persekusi, membubarkan pengajian, tidak setuju pendirian lembaga pendidikan, membubarkan acara keagamaan seperti FUIB, ANNAS dll (terhadap Syiah), juga lain-lainnya. Apakah kita bicara hukum disini? Rata-rata diam dan sebagiannya menikmati. Mengapa?
Karena aparat banyak diam, negara tidak hadir maka banyak hal-hal dicoba diselesaikan sendiri oleh masyarakat dengan DEMO bahkan dengan KEKERASAN.
Kalau Felix dengan HTI-nya yang merongrong NKRI, yang resmi dilarang di Indonesia. Lalu didemo karena berbagai hal. Mengapa disini kita bicara Hukum? Sementara banyak Ormas resmi, pengajian ‘biasa’ didemo kita tidak bicara hukum? Seakan hukum perlu berlaku untuk pihak tertentu dan tidak berlaku untuk pihak yang lain?
Lepas benar atau tidak tindakan itu. Menurut berbagai media, BANSER saat itu tidak menolak pengajian bahkan menolak Felix. Banser hanya meminta Felix untuk berjanji dan menandatangani kesepakatan yang semestinya disepakati. “Keluar dari HTI, Setuju dengan Pancasila dan Tidak menyebarkan Faham Khilafah. Semestinya pernytaan itu adalah pernyataan standart, sebagai wujud konkret karena HTI sudah menjadi ormas terlarang di Indonesia.
Kalau kita bicara Hukum standart, maka semua tindakan yang melampaui aparat kepolisian itu melanggar hukum dan itu mafhum adanya…tetapi apa sesederhana itu? Jangan merasa menjadi korban…Padahal diberbagai kesempatan dan tempat lain kalian melakukan hal yang sama bahkan mungkin lebih keji.
Memang semestinya kita sepakat bahwa “Kalau mulut seorang BAU, maka kita mesti rajin-rajin menyemprot MINYAK WANGI pada diri kita, bukan beradu mana yang lebih bau, kamu atau aku”.
Sudah waktunya kita tidak menggunakan kekuatan untuk saling meniadakan, melarang dan melakukan penolakan terhada kelompok lainnya. Tetapi kelompok-kelompok itu semestinya juga sadar, merekalah sebenarnya sadar atau tidak sadar yang melakukan penyerangan, provokasi pada kelompok lainnya. Baik secara langsung (pada kelompok minoritas), atau terhadap yang lain dengan pernyataan dakwah mereka yang selalu mengatakan yang lain bid’ah, sesat, munafiq, fasiq bahkan kafir.
Kalau ini dijaga, maka saya yakin benturan itu akan sangat minim.
Apapun itu, maka Negara mesti kuat juga aparat Kepolisian mesti Sigap. Bagaimana menurut anda?
Pendidikan Positif
Edisi : #MerawatAkal