Kita mengetahui secara psikologis bahwa dalam diri kita ada minat, dan ada bakat. Yang di minati itu ‘BIASANYA’ yang dibakatinya. Sebab salah satu ciri bakat adalah orang lain sulit melakukan itu dan kita mudah melakukannya (walaupun itu tidak pasti).
Mengapa tidak mesti seperti ini? Sebab ada istilahnya Cristalyzing Experience dan Paralyzing experience yang menyebabkan bakat menjadi tidak di minati (Pengalaman-pengalaman negative, paralyzing). Dan tepuk tangan penonton kadang-kadang menjadikan minat sesuatu yang tidak dibakati (Cristalyzing).Sederhananya: Kalau kita melakukan yang kita minati, maka kita akan enjoy disana, kita akan siap berlama-lama disana. Bahkan tanpa kesuksesan tertentu (secara material), mereka atau kita akan puas ditempat itu. Jika keadaan lain dianggap tetap (cateris-paribus, dalam istilah ekoomi), maka kita akan expert disana. Sebab kita menyenanginya, membakatinya, siap berlama-lama disana, siap mengorbankan waktu, tenaga kita.
Bila kita menjadi expert disuau tempat, maka otomatis kita akan sukses. Ini sebuah keniscayaan secara umum. Tetapi kita perlu ingat bahwa ada perbedaan antara sukses dan bahagia dan ini sangat penting. Expert akan menjadikan kita sukses, yang belum tentu bahagia (disinilah yang ingin diusahakan oleh pendidikan positif).
Sekadar contoh: Banyak orang yang sukses, kaya raya, bekerja di perusahaan ternama, international dst, tetapi orang itu, menyisakan waktu-nya, menyisakan uangnya ratusan juta, hanya demi, hanya karena ingin meluangkan waktunya untuk hoby-hoby tertentu yang disenanginya.
Pertanyaan selanjutnya adalah; Coba kita bayangkan, bagaimana nikmatnya, bagaimana ‘rasanya’, seandainya ‘hoby’ yang saya sederhanakan menjadi minat, itulah adalah pekerjaannya kita. Artinya kita bermain-main disana, kita tidak perlu meluangkan waktu dan uang kita demi minat kita, sebab pekerjaan kita adalah minat kita. Kalau ini terjadi maka, “flow” (istilah yang diteliti dan dikemukakan oleh Mihaly Csikzentmihalyi), sangat mungkin akan sering kita dapatkan.
Disinilah orang-orang hebat berada. Seperti Einstein, Ronald Messy, Maradona, Mozart dst. Inilah idealnya, inilah harapannya, Walaupun disepakati, hal-hal ultimate tidak mesti dicapai.
Dalam hubungannya pendidikan, kecerdasan dan kebahagiaan; diskusi antara IQ, EQ, SQ bahkan SMI sangat diperlukan. Bagaimana yang satu berhubungan dengan lainnya. Ada sebuah tulisan sangat menarik dari Robert J. Stein (pakar EQ, yang sedang berusaha merumuskan test EQ yang masih controversial), yang cukup baik (saya sedikit modifikasi).
IQ adalah batas bawah, sedangkan EQ adalah batas tengah sementara SQ dan SMI adalah batas atas. Artinya sekedar memberikan contoh menyederhanakan; untuk menjadi dokter butuh IQ tertentu (IQ jongkok tidak bisa masuk jurusan kedokteran atau lulus disana). Untuk sukses menjadi dokter, pasiennya banyak, menjadi pejabat rumah sakit yang baik dan bercarier, dibutuhkan EQ tertentu. Orang hanya cerdas, jenius saja maka kerjanya di laboratoriun dst.
Dan Untuk rela berkorban, malam-malam bangun, membantu orang miskin, berkorban demi kebahagiaan tertentu, memaknai profesi itu, serta menikmatinya, dibutuhkan SQ dan SMI tertentu. Disinilah Positive Education (pendidikan positif) berjalan.
Dengan kurikulum tertentu, dengan memanfaatkan multiple intelligence (mapping kecerdasan), minat dan bakat akan diketahui dengan baik. Maka konsep selanjutnya adalah, discovering ability and the right place (temukan kemampuan ability anak, siswa). Bertenpatlah ditempat yang benar, mengambil jurusan yang benar. Diajar dengan metode yang benar. Maka kemungkinan sukses akan mudah didapatkan.
Setelah ilmu, informasi mudah didapatkan karena memang itu bakat dan minatnya (kecendrungannya), ditambah dengan kurikulum-kurikulum (7 hal diatas), yaitu
1) Belajar Emotion (Belajar Emosi Positive),
2) Belajar Gratitude (Syukur, Terima Kasih),
3) mengenal Strengths (Swot Analsis diri),
4) Creativity,
5) Ada Self-efficacy : Merupakan suatu bentuk kepercayaan yang dimiliki seseorang terhadap kapabilitas masing-masing untuk meningkatkan prestasi kehidupannya. Bagaimana meningkatkan perasaan, cara berpikir, motivasi diri, dan keinginan untuk memiliki susuatu target positive.
6) Resilience (Ketahan bantingan = AQ), dan
7) Mindfulness (Kesadaran). Diharapkan anak didik, siswa, tidak hanya sukses (achievable), tetapi juga memperoleh Well-being (Sejahtera dan bahagia). Lihat disini Haruskah Psikologi dan Pendidikan Positif diajarkan di sekolah?
Dengan itu semua maka akan mudah mentuk menjadikan anak bahagia sekaligus Sukses.
Mungkin masih tersisa dan akan ada pertanyaan; Apakah orang tidak akan bahagia bila dia tidak sukses? Martien Seligman mengatakan;
“Saya tidak yakin anda harus berusaha amat keras untuk memperbaiki kelemahan anda. Saya lebih percaya bahwa keberhasilan tertinggi dalam hidup dan kepuasan emosional terdalam berasal dari membangun dan menggunakan kekuatan-khas anda. Hidup yang baik adalah menggunakan kekuatan-khas anda setiap hari untuk menghasilkan kebahagian autentik dan grafitifikasi berlimpah.” Ini terjadi karena berasal dari sesuatu yang sangat dikuasai. (Authentic Happiness, 2005: hal 17).