Cinta sering kali menjadi alasan akan beberapa hal yang menabrak pada kebenaran. Dengan alasan cinta pada anak-anak-nya misalnya, kadang orang tua salah dalam memberikan ajaran-ajaran yang mengembangkan karakter, kebenaran dan kebahagiaan.[Dengan alasan cinta kadang mereka mengatakan, memang cinta itu ‘tidak rasional, sehingga cinta itu membawa ke-‘gila’-an, termasuk kelompok agama ada yang mengatakan cinta sudah melebihi syariat dan boleh ‘menabrak’ hal-hal yang dalam hal kewajaran. Kalau demikian adanya, pertanyaannya adalah, “Mana cinta yang benar dan mana yang salah”? Mana perilaku menyimpang dan mana yang tidak? Bagaimana tolok ukurnya? Kalau ada ajaran yang sesat dan ada ajaran yang baik, bagaimana menimbangnya? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini tidak akan mampu dijawab, dengan alasan cinta diatas]
[Dalam hubungan dengan anak, pendidikan orang tua, bagaimana mereka menurut keinginan anak, kasihan karena cinta dan mengajar mereka tahu kapan semstinya dilakukan, disiplin, berbagi dst ini sangat penting. Bila tidak anak-anak setelah dewasa bisa terkena “Penyakit Karakter”. Apa itu, lihat disiini Penyakit Karakter ]
___________
Cinta yang sebenarnya akan membimbing orang menuju kesuksesan. Cinta itu akan mengajari seseorang tentang yang pantas dan yang tidak pantas. Cinta membuat orang tidak akan terikat dengan ketidakbenaran. Berbeda dengan cinta buta, dimana ada Cinta dan mengatasnamakan Cinta, maka disitu tidak ada cinta buta dan ketidakbenaran.
[Baca juga : Bagaimana usaha para orang tua menghilangkan kesulitan-kesulitan pada anak-anak mereka, Renungan ke-20 : Orang Tua, Masa Depan dan Pendidikan Karakter Anak Kita ]
_________________
Cinta itu lahir dari kasih sayang, sementara cinta buta lahir dari arogansi. Cinta mengatakan bahwa anaknya akan mendapatkan semua kebahagian dunia dari yang mahakuasa, sedangkan cinta buta seakan mengatakan bahwa orang tua (atau sesuatu yang dituju) sendiri yang akan memberikan semua kebahagiaan pada anaknya.
[Seakan orang tua mampu memberikan kebahagiaan dan menyingkirkan penderitaan anaknya, bukan diri anak itu sendiri dan bukan Tuhan yang Maha Kuasa. Mereka seakan dengan memberikan fasilitas, jalan-jalan sukses yang mesti dilalui dan seterusnya, menganggap/dianggap itu adalah hal terbaik buat anak-anak mereka nantinya].
Cinta mengatakan bahwa dia akan bangga pada anaknya, sedangkan cinta buta mengatakan bahwa anaknya akan bangga pada orang tuanya.
[Dengan fasilitas dan pemberian-pemberian lainya, maka orang tua dibanggakan oleh anaknya bukan sebaliknya, sementara cinta sejati dan benar, maka anak-anak itu akan tumbuh menjadi pribadi baik dan membanggakan orang tua mereka]
Cinta memberikan kebebasan, sedangkan cinta buta mengikat seseorang. Cinta adalah kebenaran, sedangkan cinta buta, cinta buta adalah ketidakbenaran.
[Orang tua akan sangat sedih dan menderita terhadap perilaku anaknya, bahkan mereka sangat was-was bahkan bisa sangat tersiksa karena anak-anaknya, perilakunya, permintaannya, keharusan melindunginya anak-anaknya terus menerus dilakukan, termasuk memikirkannya, bahkan kadang orang tua melakukan hal-hal yang tidak pantas karena cinta butanya]
[Baca juga : Bagaimana karena rasa cinta pada habib, sayyid kadang salah dalam memposisikan, lihat di 4 Kategori Ahlul-Bait, Habib dan Sayyid? ]
Ketika kita melihat anak-anak kita makan, makanan sederhana, tepung beras di campur dengan air misalnya, hidup dengan kesederhanaan dst. Kita sebagai orang tua menjadi sangat kecewa. Pada saat itu bukannya kita telah mengajarkan anak kita untuk menjadi puas dengan hal itu, tetapi kecewa dan mengajari untuk berjuang menghilangkan itu dan mendapatkan sesuatu. Apakah ini sama?
Dalam usaha para orang tua untuk mencerahkan masa depan anaknya, kita sering lupa untuk mencerahkan karakternya. Karena cinta buta, kebenaran dalam hidup anak-anak kadang telah menjadi benar-benar dihancurkan. Keserakahan, ketakutan dan ketamakan adalah hal-hal yang kita ajarkan pada anak-anak kita.
Intinya adalah karena cinta buta ini, maka para orang tua tidak pernah menjadi guru, pendidik yang sebenarnya. Mereka menurunkan dirinya hanya sebagai seorang pengajar. Guru adalah orang yang memberikan pengetahuan sebagai amal, dia tidak pernah memperlakukan pengetahuan sebagai perdagangan.
[Karena hal-hal diatas, cinta buta, kasih sayang, fasilitas dan banyak lainnya, seringkali orang tua akhirnya menuntut pada anak-anaknya, karena merasa sudah banyak berkorban, sudah banyak memberikan sesuatu….lalu bagaimana hasil dari anak-anak mereka?]
Itulah sebabnya seorang Guru yang sebenarnya mengharapkan biaya kecil dari murid-muridnya dan dia tidak mematok nilai apapun untuk pengetahuannya yang tak ternilai yang diberikan. Tidak menukar pengetahuannya denga meminta balasan pada muridnya dengan biaya atau hal-hal lainnya. Jadilah Guru bagi mereka dan cintailah mereka dengan cinta yang sebenarnya.
[Bagaimana menjadi guru yang baik dan semestinya? Bagaimana fungsionalitas seorang pendidik dan guru, bisa dilihat ditulisan lain, Fungsionalitas Seorang Guru (11) ]
Renungan (245), Bagaimana Menurut Anda?
Salam : Pendidikan Positif.
Muhammad Alwi, S.Psi, MM.
Pendidik, mantan kepala sekolah, konsultan pendidikan. Penulis buku, “Belajar Menjadi Sukses dan Bahagia” (Elexmedia, Kompas-Gramedia, 2011), ‘Anak Cerdas Bahagia dengan Pendidikan Positif’ (NouraBook, 2014). Peminat studi filsafat, agama, psikologi dan pendidikan.