
Shofis, Skeptisisme dan Filsafat
Nama Filsafat atau Philosophus, pencinta kebijaksanaan diberikan oleh manusia bernama Socrates karena kerendahan hatinya.
Diceritakan dalam buku-buku filsafat bahwa awalnya pada abad ke-5 sebelum masehi, ada sekelompok sarjana di Yunani yang disebut Sofis (Orang berilmu, bijak tetapi dengan perangai yang tidak baik).
Rata-rata mereka adalah peragu. Mereka tidak meyakini kebenaran-kebenaran yang pasti. mereka belajar hanya untuk memenangkan diskusi, sehingga mereka belajar/mengajar seni debat profesional dan retorika. Dengan tujuan memenangkan klaim-klaim lawan dan memberikan klaim-klaim sebaliknya, yang sangat dibutuhkan saat itu.
Keseringan seperti itu, keraguan dan fallacy (kerancuan berfikir) menyebabkan mereka akhirnya menolak mentah-mentah kebenaran diluar pikiran manusia.
Mengapa Sokrates menggunakan nama Philosophus (Filsafat, Filosof)? Karena Pertama; Kerendahan hati dia….Yang mengakui bahwa dirinya bukan hebat tetapi dia hanya Cinta akan Kebijaksanaan. Kedua, tantangan pada Sofis (yang mengklaim dirinya sarjana, orang pandai).
Seakan-akan Sokrates hendak mengatakan, Kamu yang sok pandai dan mengajarkan hal-hal seperti itu, tidak layak disebut dan menyandang nama “Orang-Bijak”. Bahkan saya yang mampu mengalahkanmu dengan alasan-alasan yang lebih kokoh, tidak merasa layak menyandang gelar itu. Hanya cukup dengan Cinta pada Kebijaksanaan (Filosof). Sejak saat itu kelompok Sokrates disebut sebagai Filosof sebagai lawan dari sophistry (ke-sofis-an atau kerancuan berfikir). Dalam istilah Arab ada sufisthy dan juga safsathah (kerancuan berfikir).
Keraguan itu penting bila keraguan (Skeptis) hanya sebagai Methodis, bukan skeptis Epistemologis. Disinilah orang-orang yang belajar Filsafat dengan “ngawur” mengarah pada kecendrungan peragu (tidak ada apapun yang pasti) dan Ateis.
Salam Pendidikan Positif
Muhammad Alwi